Yogyakarta, PG.com – Ditengah kehangatan Kota Pelajar yang selalu membuka pintu bagi siapa pun, derap langkah tarian dari timur nusantara siap menggema. Pertengahan Oktober 2025 mendatang, Perhimpunan Mahasiswa Indonesia Timur (PERMAINTI) akan merayakan milad ke-6 melalui Festival Budaya Indonesia Timur, mengusung tema “Enam Tahun Menyapa Yogyakarta: PERMAINTI Menari dalam Irama”.
Acara ini akan menjadi ajang berkumpulnya mahasiswa, pelajar, dan masyarakat umum untuk merayakan keberagaman budaya Indonesia Timur—dari Nusa Tenggara Timur, Maluku, Papua, hingga Sulawesi—dalam sebuah perayaan yang sarat warna, rasa, dan cerita.
Perjumpaan Budaya yang Menyatukan
Festival ini bukan sekadar pertunjukan seni. Ia adalah jembatan yang menghubungkan kampung halaman dan tanah rantau, masa lalu dan masa depan, timur dan barat nusantara.
Beragam pertunjukan akan memeriahkan panggung utama, mulai dari Cakalele Maluku yang penuh wibawa, Sajojo Papua yang riang, hingga Lego-Lego Alor, NTT yang memancarkan semangat persatuan. Dari Sulawesi, pengunjung akan disuguhkan Tari Maengket dari Minahasa yang menggambarkan rasa syukur dan kebersamaan, serta Tari Pajoge dari Sulawesi Selatan yang anggun dan memikat.
Selain panggung seni, festival juga menghadirkan pameran kerajinan tangan khas daerah, mulai dari tenun ikat NTT, anyaman Maluku, ukiran kayu Papua, hingga kerajinan perak dan kuningan dari Sulawesi. Aroma kuliner khas seperti papeda, ikan bakar rica-rica, ayam lalapan Manado, hingga kopi Flores akan memancing rasa penasaran pengunjung untuk merasakan kekayaan rasa dari tanah timur.
Budaya Lebih dari Sekadar Eksotisme
Selama ini, budaya Indonesia Timur kerap dipandang sebagai komoditas eksotis—indah difoto, mengesankan di panggung, tetapi jarang dipahami secara utuh. Padahal, di balik setiap tarian dan ritual, tersimpan kearifan untuk hidup harmonis dengan alam, menjalin persaudaraan, dan membangun solidaritas yang kuat.
Saatnya budaya Indonesia Timur dihargai karena maknanya, bukan hanya pesonanya. Mari pastikan ia tidak sekadar “dilihat” tetapi benar-benar “dipahami” sebagai bagian integral dari kekayaan bangsa. Karena budaya yang hidup adalah budaya yang bermakna.
Pesan dari Para Penggerak Festival
Ali Sidin, Ketua Umum PERMAINTI, menegaskan bahwa festival ini adalah simbol komitmen mahasiswa timur di Yogyakarta untuk tetap menjaga akar budaya meskipun hidup jauh dari kampung halaman.
“Enam tahun bukan waktu yang singkat. Kami hadir untuk merawat identitas budaya, menyatukan perbedaan, dan menghadirkan wajah timur nusantara di tengah-tengah Yogyakarta yang ramah dan terbuka,” ujarnya.
Sebagai nahkoda pelaksanaan acara, Ady Putera Handyka—Ketua Panitia Festival—mengungkapkan bahwa persiapan acara telah melibatkan berbagai instansi pemerintah, organisasi daerah, sanggar seni, dan komunitas lintas budaya.
“Kami ingin memastikan bahwa setiap penampilan, pameran, dan sajian kuliner benar-benar menghadirkan pengalaman otentik dari timur nusantara. Ini bukan sekedar hiburan, tetapi perjalanan rasa, suara, dan cerita,” jelasnya.
Sementara itu, Sanji Hasan, Pendiri PERMAINTI sekaligus Penanggung Jawab Kegiatan, memandang festival ini sebagai bentuk penghormatan kepada kota yang telah menjadi rumah kedua bagi ribuan mahasiswa Indonesia Timur.
“PERMAINTI lahir dari semangat persaudaraan di tanah rantau. Enam tahun kami di Yogyakarta bukan hanya soal belajar di kampus, tetapi juga belajar memberi dan berbagi. Festival ini adalah persembahan kami untuk kota ini—undangan untuk bersama menari, bernyanyi, dan merayakan keberagaman,” tuturnya.
Lebih dari Sekadar Perayaan
Bagi PERMAINTI, enam tahun adalah perjalanan yang penuh tantangan, cerita, dan pencapaian. Dari awal berdiri hingga kini, organisasi ini telah menjadi wadah bagi mahasiswa timur untuk berkarya, bersuara, dan saling menguatkan di tengah kehidupan perantauan.
Festival Budaya Indonesia Timur ini menjadi tonggak sejarah baru—bukan hanya sebagai momen peringatan ulang tahun, tetapi juga sebagai wujud nyata kontribusi mahasiswa timur dalam memperkaya kehidupan sosial-budaya Yogyakarta.
Panitia berharap festival ini dapat menjadi ruang belajar bersama tentang toleransi, kolaborasi, dan penghargaan terhadap perbedaan. Dengan seni sebagai bahasa universal, semua orang, tanpa memandang latar belakang, diajak untuk merasakan kehangatan persaudaraan dari timur.
Undangan Terbuka dan Ajakan Partisipasi
Acara ini terbuka untuk umum, oleh sebab itu kami mengundang seluruh lapisan masyarakat, pelajar, mahasiswa, serta pecinta budaya untuk hadir. Panitia juga mengajak komunitas seni dan pelaku UMKM untuk ikut serta memeriahkan festival melalui pameran dan bazar. Selain itu Panitia juga membuka kesempatan Sponsorship dan Donatur bagi pihak yang ingin berpartisipasi mendukung kelancaran dan keberlanjutan acara ini.
Setiap dukungan, baik dalam bentuk dana maupun fasilitas, akan menjadi bagian dari perjalanan budaya ini—membantu agar warisan seni dan tradisi Indonesia Timur dapat terus hidup dan berkembang.
Pada pertengahan Oktober nanti, langkah-langkah tarian timur akan menggaung di jantung Yogyakarta—menyatukan cerita dari pulau-pulau di ujung nusantara dengan denyut kehidupan kota pelajar. Festival ini akan menjadi pengingat bahwa Indonesia bukan hanya sekumpulan pulau, tetapi satu rumah besar yang selalu punya ruang untuk semua. (*Eka Blegur).