Komisi I DPRD Rekomendasi APBDes 2025 Dievaluasi, Dinas PMD Dan IRDA Disoroti, Bahas Masalah Dana Desa, SK Pengangkatan Dan Pemberhentian Machris Mau, Kontraktor Yuni, Hingga Laporan Hasil Pemeriksaan 

Kalabahi, PG.com – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Alor terus menunjukkan keseriusan dan komitmen dalam melakukan kerja-kerja kedewanan, Komisi I kembali menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) Bersama Dinas PMD dan Inspektorat Daerah (Irda) untuk kesekian kalinya terkait dugaan kuat Penyelewengan Pengelolaan Dana Desa di beberapa Desa pada Kecamatan Alor Tengah Utara (ATU), dan sejumlah desa di kecamatan lainnya, hal ini menjadi masalah krusial yang tak kunjung diselesaikan, dalam pertemuan itu Ketua Komisi I Sulaiman Singh, SH, mengatakan terkait masalah Dana Desa, bahkan sudah melakukan RDP sebanyak dua kali, dan mengundang sejumlah Kepala Desa.

“Pengelolaan Dana Desa ini komisi juga sudah beberapa kali mengundang Desa kurang lebih sudah ada 15 desa beberapa hal yang muncul belakangan ini pertama banyaknya Silpa, pengelolaanya dana itu yang muncul ke publik terkait pos daripada Ketahanan pangan, kemudian banyak hak-hak daripada desa yang seharusnya sudah bisa cairkan sampai dengan saat sekarang belum, kemudian yang sedikit lebih problem lagi itu adalah saat lalu di mana menyangkut dengan SK pengangkatan dari saudara Machris Mau (Mantan Tenaga Ahli Desa) oleh Kadis PMD menjadi tenaga supervisor, kemudian juga muncul di media yang terdapat silang pendapat antara Camat Alor Tengah Utara, Sabdi Makanlehi, S.H.,M.H, dengan pihak ketiga ibu Yuni (Direktris Usaha Dagang (UD) Tetap Jaya, Maria Bernadeta Yuni Caecarina yang dikenal dengan panggilan Ibu Yuni) yang muncul di permukaan publik, Kemudian Inspektorat Daerah terkait Laporan Hasil Pemeriksaan,” ungkap Sulaiman Singh sembari memberi kesempatan kepada Dinas PMD dan Irda untuk memberikan penjelasan.

Kepala Dinas PMD yang diwakili oleh Sekretaris Dinas PMD mengatakan berkaitan dengan Silpa Dana Desa ini lebih dominan terjadi pada pekerjaan atau kegiatan pembangunan fisik seperti rabat jalan, pembongkaran jalan, air minum (Perpipaan dan sumur bor), listrik non PLN, rumah layak huni, bangunan posyandu dan poskedes, bangunan PAUD, dan pekerjaan fisik lainnya yang telah dianggarkan oleh Desa dalam APBDesa. Kemudian lambat dan belum tuntasnya penyampaian LPJ APBDesa ke Bupati sehingga mempengaruhi proses pencairan Dana, karena Desa dapat mencairkan anggaran tahap berikutnya apabila LPJ/SPj tahap atau tahun sebelumnya sudah dilaksanakan, apalagi sudah berada di akhir tahun anggaran. Kemudian terjadinya proses pergantian perangkat Desa khususnya pada jabatan Kaur Keuangan Desa (Bendahara) sehingga dokumen-dokumen pertanggungjawaban pada Bendahara lama ditahan atau bahkan ada yang berupaya untuk menghilangkan dokumen-dokumen tersebut sehingga menyulitkan Bendahara baru untuk melakukan proses pencairan tahap berikutnya.

Sebagai dinas teknis, sudah menyiapkan segala bentuk aturan dan mekanisme pelaksanaan kegiatan pemerintahan di Desa hanya masih terkendala pada kapasitas sumber daya manusia khususnya Perangkat Desa khususnya dalam menterjemahkan segala bentuk aturan main atau regulasi yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan Desa, yang mengakibatkan lambatnya Desa dalam menyiapkan semua bentuk admnistrasi yang berhubungan dengan tahapan perencanaan, penganggaran, pelaporan dan pertanggungjawaban keuangan Desa.

Untuk diketahui, Dinas PMD sudah menyerahkan SK pemberhentian Macris Mau yang sebelumnya diangkat oleh Kepala Dinas PMD sebagai tenaga Supervisor. SK itu diberikan sebab diminta oleh Anggota Komisi I DPRD, Marten Blegur dan Abdul Rajab Leki.

Sementara Kepala Inspektorat Daerah yang diwakili oleh Sekretaris Inspektorat Daerah memaparkan sebagai berikut, bahwa sejak ditetapkannya Dana Desa pada tahun 2015, Inspektorat Daerah Kabupaten Alor telah melaksanakan pengawasan secara berkelanjutan terhadap tata kelola penyelenggaraan pemerintahan dan keuangan desa. Untuk menjamin pelaksanaan yang transparan, akuntabel, dan sesuai ketentuan perundang-undangan, sampai dengan Tahun 2024 Inspektorat Daerah melakukan dua jenis pemeriksaan, yaitu Pemeriksaan Reguler/Kinerja dan Pemeriksaan Khusus dengan hasil sebagai berikut:

1. Pemeriksaan telah menjangkau seluruh desa di Kabupaten Alor (100%), baik secara Reguler maupun Khusus (terdapat beberapa Desa yang telah dilakukan pemeriksaan lebih dari I kali). 2. Akumulasi indikasi Kerugian Negara/Daerah (KN/KD) mencapai Rp 15,504 miliar, dan telah ditindaklanjuti sebesar Rp 1,932 miliar (12,47%. 3. Sebagian temuan KN/KD yang belum ditindaklanjuti sedang dalam proses peningihan, klarifikasi dan beberapa telah diserahkan ke APH sesuai dengan permintaan dari APH.

Tuntutan Aliansi Peduli Desa: 1. Melakukan pemeriksaan secara menyeluruh pada 158 Desa. 2. Melakukan Pemeriksaan secara khusus pada 14 Desa di Kee. ATU, Desa Air Mancur Kec ATL, Desa Mataru Utara Kec. Mataru dan Desa Pulau Buaya Кес. ABAL.

Atas tuntutan tersebut, Inspektorat Daerah dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Keterbatasan SDM Auditor. Perlu dijelaskan bahwa, Itda Kab. Alor memiliki 35 orang ASN. Dari 35 ASN tersebut, terdapat 16 orang Auditor dengan rincian, 10 orang Auditor telato bersertifikat dan telah dilantik dalam jabatan fungsional auditor, sedangkan 6 orang telah bersertifikat auditor namun belum dilantik dalam jabatan auditor, sisanya 19 ASN terdiri dari I orang Pejabat Es. 2, 5 Orang Pejabat Es. 3, 3 Orang Pejabat Es. 4, sisanya adalah staf pelaksana

2. Jumlah Sasaran Layanan yang banyak. Dalam pelaksanaan tugas, pokok dan fungsi dalam urusan pengawasan, sasaran layanan Inspektorat Daerah meliputi: 66 Organisasi Perangkat Daerah 27 UPTD Puskesmas 349 UPTD SD/SMP/TK/PAUD Inpres Dan Negeri 175 Desa/Kelurahan (158 desa dan 17 kelurahan) Ketimpangan antara jumlah Auditor dan sasaran layanan menyebabkan tidak semua sasaran layanan tersebut dapat dilakukan pengawasan dalam satu tahun anggaran.

3. Keterbatasa Anggaran Pengawasan. Tahun Anggaran 2025, Inspektorat Daerah mendapatkan Alokasi Anggaran sebesar Rp.4,636,540,394.00, dengan jumlah anggaran pengawasan sebesar Rp. 696.337.209,00. Alokasi anggaran tersebut untuk membiayai kegiatan pengawasan baik Reguler maupun Pengawasan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT).

Sampai dengan bulan juni tahun 2025, inspektorat telah melaksanakan beberapa pengawasan diantaranya: 1. Pengawasan Kinerja Pengelolaan Keuangan Desa Pada 9 Desa Di Kecamatan ABAD 2. Pendampingan pemeriksaan BPK-RI Perwakilan Provinsi NTT atas LKPD Pemda Alor TA. 2024, yakni: Pemeriksaan Pengelolaan Dana BOS (rekonsiliasi dan kelengkapan dokumen) pada 349 UPTD SD/SMP dan TK/PAUD Pemeriksaan Pengelolaan Dana BOK dan JKN (rekonsiliasi dan kelengkapan dokumen) pada 27 UPTD Puskesmas.

Baca juga :  Anggaran 24 miliar Untuk Jembatan Lembur Di Alor Siap Dibangun Oleh Balai Pelaksanaan Jalan Nasional NTT, Simak!

Pemeriksaan Fisik Belanja Modal Konstruksi Dalam Pekerjaan (KDP) ex Tahun 2024, pada 268 pekerjaan lisik yang tersebar di 18 kecamatan um memastikan apakah KDP tersebut telah di reclass ke Aset Tetap atau belum. Selain itu inspektorat daerah juga melakukan tugas mandatory dari BPK-R1, BPKP, ITJEN dan KPK, terkait pelaksanaan penilaian, pendampingan, tesi monitoring dan evaluasi pelaksaan perencanaan, penganggaran dan kinerja pemerintah daerah serta pemerintahan desa.

Dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan maupun pelaksanaan 100 Hari Kerja Bupati dan Wakil Bupati Alor, Inspektorat Daerah telah mencapai kinerja sebagai berikut: 1. Inspektorat Daerah telah menindaklanjuti Kerugian Negara/ Daerah sampai dengan Juni 2025 sebanyak RP 1.375.698.602,66 2. Tindak Lanjut Kerugian Negara/ Daerah Atas Temuan Hasil Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Desa, sampai dengan Juni 2025, Telah ditindaklanjut Sebanyak RP.77.683.409.

3. Penandatangan MoU dan PKS dengan Kejaksaan Negeri Alor terkait Bantuan dan Pendampingan Hukum 4. Sampai dengan Tahun 2024, Inspektorat telah berhasil memperoleh Level 3 Kapabilitas APIP, Nilai Maturitas SPIP sebesar 2,855 Poin dari target 2.5, Nilai Evaluasi SAKIP Pemda naik dari Level CC menjadi B dan Nilai Evaluasi SAKIP Inspektorat Daerah berada pada level B.

Selain itu dalam rangka pelayanan kemasyarakatan, Nilai Kepuasan Masayrakat atas pelayanan Inspektorat Daerah sebesar 80,33 persen. 5. Dalam Periode Tahun 2024 2025 LHP yang telah dikirim ke APH sebanyak 18 LHP, terdiri dari: Polres 7 LHP Kejaksaan 11 LHP.

Tindak Lanjut Atas Tuntutan Aliansi Peduli Desa: 1. Terhadap Tuntuan Aliansi Peduli Desa, Inspektorat Daerah telah berkoordinasi dengan APH, baik Kejaksaan Negeri Alor maupun Kepolisian Resort Alur untuk menindaklanjutinya (surat terlampir).

2. Terkait dengan tugas pokok dan fungsi Inspektorat Daerah untuk melaksanakan unsur pengawasan dengan wilayah pengawasan yang begitu banyak, sehingga dengan keterbatasan penganggaran dan sumber daya manusia, Inspektorat Daerah tetap melaksanakan tugas dan tanggungjawab tersebut secara optimal.

Jumlah Auditor sebanyak 10 orang dan 6 orang calon auditor serta pendanaan yang tidak mencukupi serta berbagai kegiatan mandatori menyebabkan beberapa pengaduan masyarakat belum di tindaklanjuti secara optimal. Direncanakan dalam perubahan anggaran TA 2025, penambahan alokasi anggaran akan mendukung tindak lanjut terhadap pengaduan masyarakat khususnya pengelolaan keuangan desa, khususnya 14 Desa di Kec. ATU, Desa Pulau Buaya. Desa Mataru Utara dan Desa Air Mancur. Kegiatan pengawasan ini telah dikoordinasikan dengan Kejaksaan Negeri Alor untuk sedapat mungkin secara bersama- sama ke lapangan untuk dilakukan pemeriksaan.

Berdasarkan pantauan wartawan media ini, Setelah mendengarkan penjelasan dari Dinas PMD dan Inspektorat Daerah, Ketua Komisi Sulaiman Singh kemudian memberikan kesempatan kepada Yahuda Lanlu, SH, Wakil Ketua, Abdul Rajab Leki, SE, Sekretaris Komisi, Marthen L Blegur Anggota, Sailfullahd Mamala untuk memberikan pernyataan dan kritik saran dan kesimpulan serta rekomendasi kepada Dinas PMD dan Inspektorat Daerah, suasana penuh dengan keseriusan dalam menyampaikan pendapat.

Sekretaris Komisi I DPRD, Abdul Rajab Leki menanggapi dan menyoroti beberapa persoalan terkait 15 kepala desa yang telah dipanggil oleh Komisi I DPRD terkait kendala pencairan yang menyebabkan Silpa diakibatkan karena keterlambatan pekerjaan di lapangan, ini menjadi bahan referensi buat semuanya khususnya Dinas PMD, sesuai ketentuan kan pembayaran itu dilakukan berdasarkan progress kegiatan fisik di lapangan, nah kira-kira langkah apa yang Dinas PMD lakukan untuk mengetahui bahwa pembayaran itu sudah sesuai dengan Kondisi Rill progres kegitan itu di lapangan, karena bapak mereka hanya akan sekedar menerima informasi itu berdasarkan foto kegiatan,

“Kadang kita menemukan masalahnya foto itu dilaksanakan di lain tempat lalu kemudian dilaporkan ke PMD bahwa pekerjaannya sudah sesuai progress, foto lampu jalan misalkan, entah posisi lampu jalan yang berdiri itu berada di lokasi Desa bersangkutan apakah mungkin di desa lain yang kemudian hal itu dijadikan lampiran untuk disampaikan sebagai progres kegiatan fisik di lapangan, dan dugaan kami itu PMD mengiyakan itu untuk segera dilakukan pembayaran berdasarkan berdasarkan kondisi progres dilarangan, kemudian lancar dengan tidak lancarnya proses pencairan dana desa itu juga tergantung suka tidak suka, kami mendapati keluhan dari beberapa teman Desa ataupun Pendamping, mereka mengatakan bahwa rekomendasi pencairan itu dipercepat bagi desa-desa yang bisa diajak kerjasama,” ungkapnya.

Dikatakan Anggota DPRD Dapil 4 Pantar, Abdul Rajab Leki, mungkin penyedia atau pihak ke tiga itu disiapkan, dari pantauan mereka yang dilaporkan kepada kami bahwa ada pekerjaan dari pihak ketiga tertentu yang disitu pekerja belum jalan sama sekali tetapi proses pencairan kejang itu sudah dilaksanakan 100% tanpa saya menyebutkan nama pihak ketiganya itu siapa, mungkin sudah bukan rahasia, ada yang pekerjaanya sudah 100% tapi karena mungkin kendala apa kendala apa sehingga kadang proses pencariannya itu diperhambat, ini berdasarkan pengaduan.

Demikian Anggota DPRD Fraksi PKB, Abdul Rajab Leki, lalu kemudian katakanlah sudah sudah 10 tahun ini kita kita berdesa, saya mau katakan bahwa bahasa Aturan itu sendiri misalkan kaitannya dengan SPP dan SPM, surat permintaan pembayaran, ini bahasa aturan tertinggi yang saya sampaikan, itu biasanya diusulkan oleh seorang bendahara yang kemudian dilakukan verifikasi oleh sekretaris desa dan sekretaris desa menerbitkan surat permintaan pembayaran kemudian anggaran itu dicairkan, ini bahasa bahasa regulasi tertinggi, tetapi praktek di tingkat lapangan di daerah, surat permintaan pembayaran itu justru diajukan oleh desa ke PMD lalu PMD setelah melakukan verifikasi dan lain lain, PMD lah yang menerbitkan surat permintaan pembayaran.

Baca juga :  Hanya 40 Persen Taat Wajib Pajak Di NTT, Pemprov Siapkan Langkah Tegas Tingkatkan PAD, Wakil Gubernur NTT Minta Semua Taat Pajak Kenderaan 

“Yang saya pertanyakan kira-kira dari Dinas PMD menggunakan rujukan aturan yang mana? karena dari hasil komunikasi kami dan teman-teman pendamping di luar, prakteknya hari ini yang dilakukan di desa desa di kabupaten luar itu begitu sesuai dengan regulasi, bendahara ajukan SPP ke sekretaris desa, sekretaris desa melakukan verifikasi baru kemudian sekretaris desa bendahara bersama kepala desa menerbitkan SPM, artinya urusan pencairan itu urusan desa, tetapi praktek yang terjadi di kabupaten alor justru dia berbeda mungkin dasar regulasi yang berbeda ataukah regulasi turunan Perbup yang disiapkan oleh pemerintah daerah menghendaki karena mungkin melihat keterbatasan SDM pemerintah desa dan lainnya, semua bentuk pencairan itu berpusatnya di Dinas PMD,” jelasnya.

Kemudian, lanjut Abdul Rajab Leki, terkait pengadaan barang dan jasa di desa merupakan wujud pelaksanaan kewenangan desa tanpa intervensi pihak lain, ini mungkin saya ingin gambarkan ulang, ini pun berdasarkan pengeluhan Kepala Desa saat kami undang mereka untuk rapat dengar pendapat, maka para kepala desa itu setelah melakukan posting APBDes di Kabupaten dalam perjalanan pulang Mereka itu selalu ada nomor baru yang kayak teror mereka itu dan ini pengakuan bukan sesuatu yang kami asal-asal sampaikan, Pak kami di desa ini ada kegiatan ini ya, oke kebetulan kita sudah komunikasi dengan oknum di PMD orang-orang ini jadi nanti bapak punya kebutuhan apa ini ya mendahului, bahkan nama oknum di dinas PMD itu disebut, oleh beberapa kepala desa yang hadir.

“Nah Desa ini kan antara desa dan pendamping ini kepala desa lebih takut Dinas PMD ketimbang pendamping, walaupun banyak hal yang di situ butuh keterlibatan pendamping tetapi kadang-kadang menjadi ketakutan mereka karena lambat dan cepat proses pencairan ini kan Bagaimana tergantung Dinas PMD, jadi kadang-kadang pihak ketiga di situ diarahkan oleh PMD ya mereka ikut-ikut saja, sedangkan dalam pernyataan Dinas PMD di sini dimuatkan bahwa tanpa intervensi pihak lain, jangan sampai pihak lain yang dimaksudkan disini adalah pihak lain di luar dari PMD dan pendamping desa dan yang terjadi di lapangan kejadian kami mendapatkan informasi bahwa hal demikian selalu terjadi dan itu pada saat proses pelaksanaan pelelangan ya, karena di sini dijelaskan 0 sampai dengan 10 juta itu belanja sendiri bisa dilaksanakan oleh salah satu, 10 sampai dengan 200 juta melalui permintaan penawaran dengan menghadirkan dua dua penyedia, 200 juta ke atas itu menggunakan pelelangan secara terbuka,” ujarnya.

Lebih lanjut, Rajab Leki, nah kadang-kadang pada tatanan praktik di tingkat lapangan itu karena penyedianya harus dua atau tiga orang, ya dikondisikan saja satu orang satu orang turun dengan membawa dua tiga penyedia, jadi yang punyanya itu itu saja, satu grup, ada juga proses pelelangan itu dilaksanakan di tingkat bawah hanya kebetulan yang dititipkan adalah si A maka kemudian dia menawarkan dengan harga tertinggi pun dia yang lolos, kan proses lelang ini kan dengan dia punya dua tujuan, tujuan pertama adalah sebagai upaya percepatan pengadaan barang dan jasa dan yang kedua adalah untuk mendapatkan proses penawaran harga terendah.

“Tapi ini bukan penawaran harga terendah yang justru keluar sebagai pemenang, tetapi penawaran harga tertinggi yang justru keluar sebagai pemenang, karena sudah ditunjuk harus siapa yang turun dan terjadi di situ, inilah persoalan yang hari ini sudah mencuat ke permukaan dan bukan kita saja di komisi yang tahu tetapi mahasiswa yang hari ini diskusi diskusi di jalan mengetahui secara persis kondisi masalah ini maka kemudian timbul demonstrasi mereka mengangkat sesuatu yang sama persis dengan hasil yang kami dapatkan pada saat Rapat dengan pendapat dengan beberapa kepala desa yang kami panggil itu,”jelasnya.

Dijelaskan Sulaiman Singh, kenapa sehingga bisa tertunda pekerjaan-pekerjaan yang sudah selesai kemudian tidak dibayarkan Pak pernah dipertanyakan atau tidak? Karena ada indikasi seperti yang pak Rajab Leki pertanyakan, bahwa dia tidak termasuk dalam yang disukai oleh oknum tertentu, problem itu ditemukan atau tidak? lalu kalau yang sudah kerja udah selesai kemudian tahun lalu kemudian dananya tidak terbayarkan tertunda karena ada indikasi sama seperti yang kalian sampaikan bahwa dia tidak termasuk dalam yang disukai ya ada problem itu ditemukan sudah bahwa karena dia tidak masuk di dalam kelompok itu lalu pembayarannya tidak dilakukan karena dalam berita acara ini kan semua orang harus tanda tangan ya kan, pernyataannya nggak salah satu diantaranya suka menghindar sehingga karena hindari itu sampai tidak terbayarkan sampai dengan sekarang pernah tanyakan ngk? jadi oke, baiklah, Pak sek Irda sebentar ya, pak simak saja dari penjelasan dari PMD, saya simak penjelasan bapa dorang, bila saya bandingkan dengan daerah kabupaten lain kita punya alor ini memang dana desa sekarang itu transfernya masuk langsung ke desa atau melalui rekening daerah? sekretaris irda menjawab langsung Desa.

“Oke ya, kalau langsung ke desa artinya logikanya kemandirian desa untuk melakukan pengelolaan, supaya jangan salah paham, dana desanya ditransfernya langsung masuk ke khas desa, pos pemerintah daerah saja dia tidak masuk, dia langsung, itu tandanya bahwa ada kemandirian Desa, kalau itu sebenarnya kita harus melakukan kemandirian itu, kepercayaan, kalau saya dengar dari bapak orang punya penjelasan belum apa apa sebenarnya sudah disclaimer, tapi masih mencoba terus, yang bapa sampaikan kami kekurangan tenaga untuk melakukan pengawasan, ini itu, tapi pekerjaan untuk lakukan hal-hal evaluasi dan apa-apa saja tidak pernah dilakukan Tapi bapak dorang masih mau cape cape mau urusin itu dana desa, coba, kan tidak masuk akal, iya makanya duduk persoalan akan tambah banyak, seharusnya ada ada distribusi kewenangan, tadi bapak sudah jawab mana pertanggungjawab itu, dari tingkatan mana kalau Camat melakukan pengawasan, evaluasi dan lain-lainnya kan lebih mudah, lebih dekat pengawasannya, tapi aliran yang bapa dorang anut itu aliran sentralisasi, sedangkan itu bertentangan sebenarnya dengan apa alur keuangan itu, jadi yang bapa dorang lakukan itu kalau dinilai bapa dorang suda cawe cawe urusan dana desa, makanya muncul macam-macam ini, apalagi berita acara yang tadi bapa jelaskan banyak orang yang tandatangan termasuk pendamping desa, tenaga ahli profesionalnya,” jelasnya.

Baca juga :  Partai Demokrat Jadi Sorotan Publik, Apakah AHY Bakal Maju Sebagai Capres Di Tahun 2029? Simak!

Lebih lanjut dijelaskan Sulaiman, makanya saya tanyakan, bapak pernah tanya tidak? kendala yang paling besar ada pada pendamping profesional ini, banyak pekerjaan orang yang tidak bisa dicairkan dana nya, dibayarkan hanya karena itu tadi, makanya indikasi tadi (Anggota DPRD)pak Rajab tadi bicara, kalau dia tidak termasuk dalam barisan, maka dia itu akan ditolak itu, dengan cara apapun termasuk tidak mau tandatangani berita acara itu, nah ini kan problem, dari penjelasan bapa itu penyakitnya.

Lebih lanjut, semua kendala Silpa dan lain lain itu karena faktor penyebabnya dari ini, uang mau masuk ke desa tapi mau di atur, orang punya uang tapi mau di atur, desa punya uang tapi mau di atur, tadi bapak sendiri udah ngomong kuasa pengguna anggaran itu kepala desa, kenapa bapak atur? kalau saya bisa ambil kesimpulan dari pertanyaan dan penjelasan yang sudah saya dengar saya tanya juga disini, kita mungkin berupaya supaya daya serapnya cepat, pembagiannya cepat, dari laporan realisasi anggaran yang begini besar ya, kan bener 90%, tetapi dengan problem apa, problemnya nih orang sudah berhenti, bapa dorang angkat lagi melalui SK, ini bagian dari masalah orangnya, orangnya itu bagian dari masalah, kenapa bapa dorang tampung tamba masalah lagi, akhirnya bapa dorang jadi mewariskan masalah.

“Eksis saja masalah yang muncul ini biar ketika namanya muncul, ya wajar karena kewenangan diberikan untuk menandatangani laporan penyelesaian pekerja itu, berita acara itu, itu kewenangan kelihatan kecil tapi itu menentukan, karena itu tandatangan baru bapa dorang kasi keluar SPM nya, benar ngk? itu kuncinya itu, kewenangan yang kecil itulah, bapa dorang ini seperti istilah kambing putih jadi kambing hitam, tidak makan nangka tapi kena getahnya, iyahkan, bapa kasih kewenangan potong nangka tapi sama orang lain, bapa sudah tau bahwa yang potong pasti makan duluan tapi bapa juga mau coba pegang juga, itu buruknya di DPMD namanya,” lanjutnya.

Demikian Sulaiman Singh, saya simak tadi sekali, ini duduk masalahnya di mana, kalau yang pak sekretaris Dinas PMD jawab itu sudah standar jawabannya tetapi tidak masuk pada substansi persoalannya yang muncul-muncul sekarang, munculnya persoalan itu makanya saya tanya tadi, bapak pernah tanya atau tidak orang yang tertunda pembayaran itu persoalannya apa, Persoalan nya ini nih orang yang mau tanda tangan tidak mau tanda tangan, itu orang nya, dia tidak mau tanda tangan, akhirnya orang punya pekerjaan sudah selesai, kepala desa sudah tanda tangan, semua sudah tanda tangan, pihak ke tiga ubar ubar kepala desa suda tanda tangan tapi satu orang yang tidak tanda tangan, nah itu orangnya, jadi tertunda.

“Saya hanya menjaga saja, bapa dorang kita mitra karena bapa dorang tidak makan nangka tapi kena getah terus tiap hari, ini duduk masalahnya, di kasi tanda tangan bahwa pekerjaan sudah selesai, bagaimana ini kepala yang punya uang, dia yang punya otorisasi untuk tanda tangan, ini biang keroknya, yang punya uang sudah tanda tangan semen orang yang numpang tidak mau tanda tangan karena di berikan kewenangan lebih, dia tetangga tapi diberi kewenangan lebih oleh yang punya rumah, logika masuk tidak? kecil sebenarnya, tapi ini yang biang keroknya, itu yang bapa dorang terbitkan lagi SK nya tamba lagi masalah yang besar, sementara yang punya uang (Desa) diperiksa oleh jaksa, masuk lagi ke penjara, padahal barangnya dicuri orang tapi pemiliknya yang kena, kepala kepala desa yang jadi korban karena orang lain yang kuras, memanfaatkan keterbatasan SDM aparat desa seperti yang bapa jelaskan lalu di pakai, makanan kesejahteraan tidak dapat, kita hanya terbenam dalam selumpur masalah,” jelasnya.

“Untuk APBDes tahun 2025 kami komisi I merekomendasikan untuk dievaluasi karena sudah lama sekali tidak di evaluasi, ada indikasi 20% bahkan bisa 40% Dana Desa ini hilang sama orang orang tertentu,” tegas Mantan Ketua Golkar, Sulaiman Singh dan disepakati oleh Anggota Komisi lainnya, Irda dan Dinas PMD duduk diam sembari mendengarkan hasil kesepakatan.

Anggota DPRD empat periode, Sulaiman Singh juga mengatakan, terkait keterbatasan anggaran pengawasan Ketua Komisi I DPRD, Inspektorat Daerah punya angka dimana, ajukan kebutuhannya, Dinas PMD juga ajukan kebutuhan, kita menggunakan saja pengguna dana di depan APBD perubahan yang penting tugas ini diselesaikan, ada mekanismenya.

Untuk diketahui hadir dalam Rapat Dengar Pendapat Sulaiman Singh,SH, Ketua Komisi I, Yahuda Lanlu, SH, Wakil Ketua, Abdul Rajab Leki, SE, Sekretaris Komisi, Marthen L Blegur Anggota, Sailfullahd Mamala, Anggota, Sekertaris Dinas PMD bersama Kabidnya, Sekretaris Inspektorat Daerah bersama pegawainya. (PG/Eka Blegur).