NTT Jadi Daerah Pertama Integrasikan GEDSI ke Rancangan Perda RUED

Kupang,PolGas-    Yayasan Cis Timor bersama LSM Oxfam di Indonesia (OiI) mengadakan rapat koordinasi inisiatif multisektor di Aula Hotel Aston pada Kamis, 23 dan Jumat, 24 Januari 2025. Gelaran giat ini untuk mendukung Kelompok Kerja Perubahan Iklim (Pokja PI) dalam Penyusunan berbagai rangkayan rencana umum energi daerah membahas Provinsi Nusa Tenggara Timur (RUED-P NTT) yang mengintegrasikan transisi energi berkeadilan pada Kesetaraan Gender, Disabilitas, dan Inklusi Sosial (GEDSI).

Diwawancarai setelah rakor tersebut, Perencana Ahli Muda Badan Perencanaan Pembangunan, Riset dan Inovasi Daerah (Bepperida) NTT, Gabriel Adu, mengungkapkan bahwa saat ini Pemerintah Provinsi NTT berkolaborasi dengan Yayasan Cis Timor dan LSM Mentari NTT untuk bersama merevisi Peraturan Daerah tentang REUD-P NTT Tahun 2019. Provinsi NTT akan menjadi daerah pertama di Indonesia yang menerapkan Perda tersebut dengan mengangkat isu GEDSI sebagai prioritas pelaksanaan pembangunan.

“Kementrian ESDM dan Bapenas mendorong kita (Pemprov NTT Merah) untuk menunjukkan yang paling pertama mengintegrasikan Perda RUED yang berbasis pada GEDSI dan ini juga pilot projek untuk Provinsi lain,” ungkapnya.

Ia mengatakan, dokumen RUED-P yang terbaru dalam tahapan finalisasi yakni konsultasi di tingkat Pemerintah Pusat, selanjutnya akan ada konsultasi dengan PJ Gubernur dan DPRD untuk dilakukan pembahasan penetapan Perda.

Dijelaskan pula bahwa dengan hadirnya energi baru energi terbarukan (EBED) seperti pembangkit listrik tenaga Surya (PLTS) tentu ini menjadi salah satu solusi untuk seluruh wilayah di NTT bisa mendapatkan akses listrik. Sebelumnya juga dengan menggaungkan isu GEDSI, Pemprov NTT telah menerapkan hal tersebut bersama LSM Mentari di Pulau Sumba, di mana dilakukan pembangunan PLTS dan para kaum perempuan diberikan pelatihan dan pengetahuan tentang bagaimana memanfaatkan atau menggunakan PLTS untuk mendukung kerja-kerja di sektor domestik seperti proteksionisme, memasak dan bertani.

Baca juga :  Kalahkan Abad Selatan, Laskar Lawo Ape Pantar Barat Lolos Ke Semifinal Bupati Cup 2025, Camat Sampaikan Optimis Bawa Pulang Piala Ke Pulau Pantar

Di tempat yang sama, Sekretaris II Pokja Perubahan Iklim juga Kepala Bidang Pengendalian dan Perlindungan DLHK NTT, Sherley Wila Huky menjelaskan bahwa dalam pembahasan tersebut disepakati oleh seluruh stokholder agar rumusan kebijakan dari RUED-P NTT yang terbaru untuk masa 2025-2039 nanti harus berkeadilan GEDSI . Pasalnya, rasio elektrifikasi atau wilayah teraliri listrik di NTT pada tahun 2024 sekitar 95%, hal ini pun menunjukkan bahwa masih cukup banyak pekerjaan domestik yang digeluti oleh perempuan yang tidak mendapatkan akses energi listrik.

“Artinya masih ada sekitar 5% yang belum mendapat akses energi atau yang belum terlistriki, nah ini bagaimana kita akan melakukan pembangunan-pembangunan dengan tujuan menurunkan angka kemiskinan, stunting, peningkatan produktivitas dan ekonomi untuk pertumbuhan ekonomi kalau kemudian infrastruktur dasar seperti energi ini pun belum belum dirasakan oleh seluruh penduduk NTT,” ucapnya.

Ia menambahkan, langkah konkrit yang akan dilakukan Pemprov NTT yakni tetap berkolaborasi dengan berbagai mitra seperti saat ini yakni dengan Cis Timor, LSM Oxfam di Indonesia (OiI), LSM Mentari NTT dan berbagai mitra lainnya. Hal ini guna mendapatkan rumusan kebijakan yang akan menjadi Perda yang benar-benar inklusi pada GEDSI. Bahkan, dari Perda tersebut pun akan dibahas dengan RPJMD Provinsi NTT untuk kedepannya.

“Biasanya yang rentan yang belum menikmati listrik ini adalah kelompok termarginalkan, KK Miskim, Disabilitas, dan kelompok rentan lainnya. Nah ini kita sasar untuk kemudian kita mau mengarahkan kebijakan yang inklusi dan memberi akses yang inklusi bagi penduduk NTT,” jelasnya.

Masih Perlu Tindak Lanjut dari Rakor MSI, Hingga Pemberlakuan Perda RUED 2025-2039

Project Manager Program WE for JET dari Cis Timor dan Oxfam di Indonesia (OiI), Ningsih Bunga mengemukakan bahwa kegiatan yang berlangsung dua hari tersebut juga disuport oleh sejumlah mitra. Perhatian terhadap GEDSI yang dimasukkan ke dalam REUD-P menjadi konsen utama karena dalam dekade terakhir ini kasus kekerasan terhadap perempuan, disabilitas dan kelompok rentan sudah terjadi, dan hal-hal tersebut adalah bagian dari dampak kurangnya akses energi yang bisa menopang aktivitas domestik yang dilakoni kelompok tersebut.

Baca juga :  "Hujan Berkat" Warnai Kunjungan Perdana Johni Asadoma ke Sabu Raijua

Dari proyek REUD-P NTT ini tentunya para mitra menginginkan adanya kebijakan pembangunan infrastruktur pada sektor energi yang benar-benar memberikan kemudahan atau paling sederhana-nya kehadiran energi terbaru yang terbarukan ini bisa membawa kemudahan dan kesejahteraan bagi masyarakat.

“Di mana kita lihat juga berdasarkan rapidcare anilisis yang kami lakukan diawal project ini kerja tak berbayar di lingkup domestik yang sering kita katakan itu lebih banyak dikerjakan oleh perempuan. Nah bagaimana kehadiran energi terbarukan ini bisa mendukung kerja-kerja tersebut, menghemat waktu kerja, ketika mereka pergi mengambil kayu pun menjadi lebih aman, sehingga semakin mengurangi kekerasan itu,” jelasnya.

Perlu diketahui, salah satu LSM Oxfam di Indonesia (OiI) bergerak di sektor sosial dengan mengangkat sejumlah isu kekerasan terhadap perempuan, penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya. Adapun sejumlah hasil, target dan tindak lanjut dari Rakor MSI tersebut.

  • Pentingnya peningkatan Kapasitas dan pemberdayaan ekonomi bagi kaum perempuan, dan disabilat terkait dengan energi yang inklusif. Jadi harus ada penyamaan pemahamaan dulu tentang energi yang inklusif itu seperti apa dan berdampak pada perempuan dan disabilitas.
  • Penting bagi setiap multi stokholder yang terlibat dalam rapat ini, memastikan indikator kegiatan transisi energi di masing-masing kegiatan transisi energi berkeadilan Gedsi ini di masing-masing lembaga. Jadi apa yang dibahas disini perumusan indikator Gedsi ini tidak selesai di sini tetapi roh disimpan di lembaga masing-masing
  • Melakukan sosialisasi dan advokasi untuk mendukung energi yang inklusif dari energi yang baru sebagai bagian dari kebutuhan pokok bagi perempuan, penyandang disabilitas dan kelompok rentan lainnya.
  • Transisi Energi dengan indikator Gedsi yang dibahas dalam rapat ini menjadi bagian atau bahan dalam penyusunan Peraturan Daerah dan Perumusan finalisasi Rencana Umum Energi Daerah Provinsi NTT, termasuk menerjemahkan aksi-aksi yang dilakukan LSM atau LSM dan lembaga mitra ke dalam matriks indikator Pemerintah ini.
  • Melanjutkan koordinasi Pokja Perubahan Iklim dan mitra pembangunan bersama DP3AP2AKP, Dinsos, Disnakertrans dalam hal ini BLK, terkait GEDSI-Z dan dampak penurunan angka kekerasan terhadap Perempuan, Disabilitas dan kelompok rentan.
  • Perlu mengawal aksi turunan dalam implementasi RUED di Provinsi NTT, seperti penyusunan Pergub, monitoring dan workshop itegrasi RUED yang akan menyelesaikan RPJMD 2025-2039, serta memonitor penerapan RUED di Tahun 2025-2029 dengan kolaborasi komitmen untuk menyusun dokumen RUED tersebut. ( PG).