Jalan Panjang Menuju Indonesia Raya

Kepada pembaca yang budiman,

Tulisan ini dimulai dari kegelisahan saya dalam mengamati fenomena perkembangan politik di tanah air. Kekuatan kelompok nasionalis maupun religius semakin jauh dari cita-cita awalnya. Kelompok nasionalis yang berkuasa saat ini telah keluar dari pemikiran-pemikiran Bung Karno, sehingga melupakan kaum marhaen atau wong cilik yang selalu hidup dirundung kesulitan.

Sementara itu, kelompok religius telah menjauh dari cara berjuang H.O.S. Tjokroaminoto, yang setia menerapkan ajaran Nabi dalam membebaskan orang-orang tertindas.

Delapan puluh tahun bangsa Indonesia merdeka, kegelisahan penulis diperkuat lagi dengan menyaksikan berbagai bentuk ketidakpuasan rakyat terhadap kebijakan pemerintah. Misalnya, perlakuan yang hanya menguntungkan para konglomerat bermasalah; kenaikan harga BBM, listrik, dan kebutuhan pokok lainnya; penegakan hukum yang carut-marut; jaminan pembelian gabah petani yang tersendat; kemudahan impor gula yang merugikan petani tebu; penggusuran pedagang kaki lima; pengangguran yang terus meningkat; penyelesaian konflik etnis dan agama yang tak kunjung usai; merebaknya pemakaian narkoba oleh pemuda-pemudi; kolusi, korupsi, nepotisme; dan banyak lagi yang mengakibatkan krisis multisektor.

Dari kegelisahan itu, penulis mencoba merenungkan kembali perjalanan sejarah rakyat Indonesia dan berkesimpulan bahwa sejarah rakyat Indonesia adalah sejarah ketertindasan. Massa ketertindasan itu tidak saja pada masa feodalisme kerajaan dan kolonialisme Belanda, tetapi juga pada masa awal kemerdekaan, Orde Baru, bahkan era Reformasi saat ini.

Banyak kaum cendekiawan, politisi, dan aktivis gerakan telah mengkritisi keadaan sekarang (negative campaign). Namun saya melihat, sering kali kritik tersebut berhenti pada kritik, atau paling jauh hanya memberikan pemecahan yang sifatnya terbatas, temporal, dan tidak menyeluruh.

Saya berharap para pemangku kebijakan dapat memecahkan semua polemik dan persoalan agar bangsa dan negara dapat terselamatkan, baik dari malapetaka saat ini maupun yang akan datang.

Baca juga :  Pariwisata bukan hanya soal destinasi, tapi masa depan ekonomi dan budaya Nusa Tenggara Timur!

Semoga ide, gagasan, dan konsep dalam tulisan ini dapat menjadi referensi bagi orang-orang muda, khususnya para pemegang kebijakan, baik di pemerintahan maupun di parlemen.