Refleksi 30 September dalam Catatan Sejarah Bangsa, Pentingnya Persatuan dan Solidaritas, Opini Oleh: Supryadi Lilo, Mahasiswa S2 Manajemen dan Kebijakan Publik UGM

Jogjakarta,PG.com – Tanggal 30 September selalu menjadi pengingat yang penuh makna bagi bangsa Indonesia. la bukan sekadar angka dalam kalender, melainkan sebuah penanda sejarah yang sarat dengan luka sekaligus pelajaran berharga. Peristiwa yang terjadi pada tahun 1965 mencatat tragedi kelam yang meninggalkan trauma mendalam, memisahkan bangsa dalam ketegangan, dan mengguncang sendi kehidupan politik serta sosial.

Namun, sejarah tidak berhenti pada duka. Dari tragedi itu lahirlah kesadaran baru tentang pentingnya persatuan, kewaspadaan terhadap perpecahan, serta keyakinan bahwa perjuangan sejati tidak pernah padam meski badai datang silih berganti.

Bangsa Indonesia belajar bahwa perjuangan tidak hanya diartikan sebagai perlawanan bersenjata atau perebutan kekuasaan, melainkan juga ketabahan hati rakyat kecil dalam melanjutkan kehidupan.

Petani tetap turun ke sawah meski negeri dilanda gejolak, guru tetap mengajar dengan segala keterbatasan, dan generasi muda terus berusaha mencari jalan terang di tengah kebingungan zaman. Perjuangan seperti inilah yang sesungguhnya menjaga Indonesia tetap berdiri: keberanian untuk bertahan, kesetiaan pada cita-cita kemerdekaan, serta daya tahan dalam menghadapi penderitaan. Hari ini, hampir enam dekade kemudian, 30

September tetap relevan untuk direnungkan. Luka masa lalu menjadi cermin yang menunjukkan betapa rapuhnya bangsa jika persatuan diabaikan. Namun sekaligus, ia mengingatkan bahwa selalu ada kekuatan untuk bangkit jika rakyat tetap bersatu.

Tantangan baru kini hadir dalam bentuk yang berbeda disinformasi yang meracuni ruang publik, intoleransi yang menggerus kebersamaan, serta ketidakadilan sosial yang masih menjadi pekerjaan rumah.

Perjuangan generasi kini bukan lagi mengangkat senjata, melainkan mengangkat ilmu pengetahuan, kreativitas, inovasi, dan solidaritas. 30 September dalam catatan sejarah bangsa adalah pesan abadi bahwa perjuangan tidak pernah selesai.

Baca juga :  Kota Kupang tanpa AMBURADUL!!! Apakah bisa? Opini Don Ara Kian

Setiap generasi memiliki ujiannya masing-masing, dan setiap ujian menuntut keberanian, kebijaksanaan, serta keteguhan hati. Sejarah memang mencatat luka, tetapi dari luka itulah tumbuh kekuatan.

Tragedi memang meninggalkan duka, tetapi dari duka itu lahir kesadaran untuk menjaga persatuan. Pada akhirnya, 30 September bukan hanya hari untuk mengenang, tetapi juga untuk memaknai dan meneruskan perjuangan, agar bangsa ini tidak sekadar bertahan, melainkan terus melangkah menuju masa depan yang lebih baik. Demikian ulasan Opini yang ditulis oleh seorang Mahasiswa S2 Manajemen dan Kebijakan Publik UGM, Supryadi Lilo., S.IP. (*Eka Blegur).